Kritik Pengamat Transportasi untuk Kepemimpinan Jokowi Ahok
Melalui era kepemimpinan Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama, yang lebih akrab dengan nama Jokowi-Ahok, sektor transportasi di kota-kota besar Indonesia telah mengalami perubahan yang signifikan. Kedua pemimpin tersebut memiliki visi untuk memperbaiki infrastruktur dan meningkatkan konektivitas antar kota. Namun, seperti halnya kepemimpinan mana pun, terdapat pula berbagai kritik dari pengamat transportasi terhadap kebijakan yang diambil oleh Jokowi-Ahok.
1. Keterlambatan Pembangunan Infrastruktur Transportasi
Salah satu kritik utama yang diarahkan kepada kepemimpinan Jokowi-Ahok adalah keterlambatan dalam pembangunan infrastruktur transportasi. Meskipun banyak proyek pembangunan jalan tol dan jaringan transportasi lainnya telah dicanangkan, proses pembiayaan dan pengadaan lahan sering kali menjadi hambatan utama dalam pelaksanaannya.
Pada beberapa kasus, proyek-proyek tersebut mengalami penundaan selama bertahun-tahun, sehingga menimbulkan kemacetan lalu lintas yang semakin parah di beberapa kota besar seperti Jakarta. Keterbatasan anggaran serta permasalahan pelepasan lahan menjadi faktor dominan penyebab terjadinya keterlambatan ini.
1.1 Dampak Terhadap Mobilitas Penduduk
Penundaan pembangunan infrastruktur transportasi ini berdampak langsung terhadap mobilitas penduduk, baik dalam aspek pribadi maupun publik. Penduduk menjadi terjebak dalam kemacetan yang semakin parah, menghabiskan waktu yang berharga di jalan dan mengurangi produktivitas mereka.
Di sisi lain, keterbatasan aksesibilitas transportasi juga memengaruhi mobilitas sosial ekonomi. Beberapa daerah yang tertinggal dari segi infrastruktur transportasi sulit untuk dikembangkan secara ekonomi, karena sulitnya mendistribusikan barang dan jasa dengan efisien.
2. Kurangnya Peningkatan Kualitas Transportasi Publik
Kebijakan yang dicanangkan Jokowi-Ahok juga menekankan pentingnya peningkatan kualitas transportasi publik, terutama melalui pengembangan sistem kereta komuter dan bus transjakarta. Meskipun ada beberapa perbaikan yang dilakukan, pengamat transportasi masih merasa bahwa peningkatan ini tidak cukup signifikan.
2.1 Ketidakmampuan Menangani Kepadatan Penumpang
Seperti diketahui, kota-kota besar di Indonesia memiliki tingkat kepadatan penduduk yang sangat tinggi. Oleh karena itu, sistem transportasi publik harus mampu menangani beban tersebut agar tidak menyebabkan kemacetan tambahan pada jalan raya.
Namun, seiring dengan bertambahnya jumlah penumpang, sistem transportasi publik yang ada masih belum mampu menampung semua kebutuhan tersebut. Akibatnya, kereta komuter dan bus transjakarta sering kali penuh sesak, membuat pengalaman menggunakan transportasi publik menjadi tidak nyaman bagi penumpang.
3. Kesenjangan Infrastruktur Antar Kota
Selain fokus pada pembangunan infrastruktur dalam kota, visi kepemimpinan Jokowi-Ahok juga mengarah pada meningkatkan konektivitas antar kota di Indonesia. Namun, pengamat transportasi menyatakan bahwa terdapat ketimpangan dalam pembangunan infrastruktur antar kota yang harus ditangani.
3.1 Perbedaan Prioritas Pembangunan
Tidak semua daerah mendapatkan prioritas yang sama dalam pembangunan infrastruktur antar kota. Beberapa kota besar seperti Jakarta dan Surabaya mendapatkan perhatian lebih besar dibandingkan dengan daerah-daerah lain yang juga membutuhkan perbaikan infrastruktur transportasi.
Prioritas ini terkadang muncul sebagai hasil dari pertimbangan politik atau ekonomi tertentu, sehingga mengabaikan potensi pengembangan di daerah-daerah lainnya. Kesenjangan ini akan semakin memperburuk ketimpangan ekonomi dan mobilitas penduduk di Indonesia.
Kesimpulannya, kepemimpinan Jokowi-Ahok dalam sektor transportasi menghadapi berbagai tantangan dan kritik dari pengamat transportasi. Keterlambatan pembangunan infrastruktur, kurangnya peningkatan kualitas transportasi publik, dan kesenjangan antar kota menjadi beberapa isu yang perlu ditangani secara serius untuk mencapai visi peningkatan konektivitas dan mobilitas yang diharapkan oleh seluruh masyarakat Indonesia.